Berghibahlah, bila engkau merindukan jalan pintas menuju neraka, membuka
pintu-pintu siksa yang pedih, dan menarilah di atas penderitaan orang
lain. Juga, tertawalah di atas derai air matanya. Jadilah binatang buas
yang melahap bangkai-bangkai manusia.
Tahukah kalian, ghibah itu
lebih hina dari perzinaan atau pelacuran. Imam Ghazali dan Imam Baihaqi
meriwayatkan sebuah hadis bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah
sekali-kali kamu melakukan pergunjingan, karena pergunjingan itu lebih
berat dari perzinaan. Karena, jika seseorang yang berzina kemudian
bertobat maka Allah mengampuninya. Sedangkan penggunjing tidak akan
diampuni Allah, sebelum orang yang digunjingkan itu memaafkannya.”
Alangkah
beratnya siksa yang ditanggung oleh tukang gunjing (mughtaab), si
tukang penyebar ghibah. Betapapun dia bertobat kepada Allah, pintu
pengampunan tidak akan terbuka, kecuali dia berlari dan
bersungguh-sungguh meminta maaf kepada orang yang digunjingkannya itu.
Tidakkah
kita takut pada siksa Allah? Bagaimana bila orang yang digunjingkan itu
telah meninggal dunia? Kepada siapakah engkau akan memohonkan maaf.
Padahal, kunci surga hanya terbuka bila ada pemaafan darinya.
Imam
Gazali meriwayatkan penggalan nasihat Allah kepada Nabiyulah Musa AS.
“Barang siapa yang mati dalam keadaan bertobat dari gunjingan, maka ia
adalah orang terakhir yang memasuki surga. Dan barang siapa yang mati
dalam keadaan bergunjing, maka ia adalah orang pertama yang memasuki
neraka.” (Mukhtasar Ihya Ulumudin,1990: 241).
Saat ini, ghibah
telah menjadi komoditas dan tontonan yang mampu mengangkat rating
tayangan televisi. Acara gosip yang dipandu para presenter cantik dengan
pakaian setengah telanjang, menjadi primadona pengelola televisi.
Kehidupan
rumah tangga orang yang sangat pribadi pun dibongkar. Dan, kita pun
merasa asyik menonton gosip tersebut, bahkan turut melakukan estafet
gosip ke tetangga sebelah. Maka, berantailah penyebaran gosip.
Dalam
dunia politik, ghibah merupakan senjata yang paling ampuh untuk
mehancurkan harga diri dari reputasi lawan politiknya yang secara
populer dikenal dengan istilah character assasination (pembunuhan
karakter).
Betapa besarnya dosa dan konsekuensi moral yang
disebabkan oleh ulah lidah, menggosip dan mencela atau mencaci maki
orang lain. Inilah ajaran moral kemanusiaan paling fundamental yang
menghiasi akhlak seorang Muslim. Betapapun rajin kita beribadah, di
hadapan Allah ibadahnya tidak memiliki manfaat sama sekali, selama lidah
kita menggosip dan menyakiti orang lain.
Sahabat Muadz bin
Jabbal RA pernah bertanya pada Rasulullah SAW. “Apakah kita akan diminta
pertanggungjawaban karena apa yang kita ucapkan, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Hai Ibnu Jabbal, tidaklah manusia-manusia itu akan
ditelungkupkan dengan hidungnya terlebih dahulu di neraka, melainkan
karena apa yang dilakukan oleh lidahnya.” (HR Hakim). Semoga Allah
melindungi dan memelihara kita dari berghibah.